Rabu, 17 Desember 2014

KBI & KBE, MANUAL PLASENTA

Kompresi Bimanual
Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:
·         Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage postpartum.dinamakan demikian karena secara literature melibatkatkan kompresi uterus diantara dua tangan.(varney,2004)
·         Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
·         Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin.(depkes RI,1997)
1.      Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan.
Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri. Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
2.      Kompresi Bimanual Interna (KBI)
Ada kalanya setelah kelahiran plasenta terjadi perdarahan aktif dan uterus tidak berkontraksi walaupun sudah dilakukan menajemen aktif kala III. Dalam kasus ini uterus tidak berkontraksi dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala III dalam waktu 15 detik setelah plasenta lahir. Tindakan atau penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan tindakan kompresi bimanual interna,kompresi bimanual eksterna atau kompresi aorta abdominalis. Sebelum melakukan tindakan ini harus dipastikan bahwa penyebab perdarahan aadalah atonia uteri,dan pastikan tidak ada sisa plasenta.
Proses penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan dalam proses persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium ( yang untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.
Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
·         Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
·         Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
       Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
a.       Menghentikan perdarahan.
b.      Mencegah timbulnya syok.
c.       Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.
              Berdasarkan penyebabnya :
a.       Atoni uteri (50-60%)
b.      Retensio plasenta (16-17%)
c.       Sisa plasenta (23-24%)
d.      Laserasi jalan lahir (4-5%)
e.       Kelainan darah (0,5-0,8%)
Penatalaksanaan KBI dan KBE:
Persiapan
Tempat : Ruangan tertutup ,aman, tenang dan nyaman
Alat :
Lembar informed consent ( persetujuan ).Alas bokong dan alas penutup perut bawah.Larutan antiseptik.Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB).Oksitosin 20 IU (2 ampul).Ergometrin 0,20 mg/ml.Set infus (jarum ukuran 16 atau 18).Cairan infus (ringer Laktat 3 botol).Misoprostol 600-1000mcg.Oksigen dan regulator 10,1 U/ml.Tensimeter dan stateskop.Lampu sorot.Sarung tangan DTT/steril (4 pasang).Tabung dan jarum suntik (5 ml dan nomor 23) 2 buahKateter nelaton. Handuk bersih.Minuman manis untuk rehidrasi
Pasien :
Pasien sudah mengerti dengan tindakan yang akan dilakukan. Ia mengerti bahwa tindakan dilakukan karenauterusnya tidak berkontraksi dengan baik,Keluarga sudah memahami peran sertanya untuk tindakan kompresi bimanual eksterna.
Penolong : Siap melakukan kompresi bimanual interna,Kedua tangan sudah memakai sarung tangan DTT.
Tindakan :
1.      Mengosongkan kandung kemih pasien
2.      Melakukan pemeriksaan dengan benar sehingga dapat dipastikan bahwa perdarahan ini disebabkan oleh atonia uteri.
3.      LAKUKAN DENGAN SEGERA KOMPRESI BIMANUAL INTERNA (KBI)
a.       Penolong berdiri di depan vulva.
b.      Membasahi tangan kanan dengan larutan antiseptik.
c.       Menyisihkan kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk.
d.      Memasukkan tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina (bila perlu berikan analgesik).
e.       Mengubah tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada forniks inferior dan dorong segmen bawah rahim ke kranioanterior.
f.       Meletakkan telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk mencakup bagian belakang korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.
g.      Melakukan kompresi uterus selama 5 menit dengan cara mendekatkan telapak tangan luar dengan kepalan tangan dalam forniks anterior.
h.      Mempertahankan posisi demikian bila perdarahan berhenti, hingga kontraksi uterus benar-benar membaik kemudian lanjutkan langkah berikutnya.
Amati apakah uterus berkontraksi, jika :
·         YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan lalu pantau kala IV dengan ketat.
·         TIDAK, maka lanjutkan langkah berikutnya.
4.      Meminta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna. Keluarkan perlahan-lahan tangan kanan dengan mengubah kepalan menjadi tangan obstetrik.
5.      Memasukkan kedua tangan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan klorin 0,5% lalu bersihkan sarung tangan.
6.      Mengajarkan keluarga cara melakukan KBE (Kompresi Bimanual Eksterna), kemudian minta keluarga melakukan KBE sementara bidan memsang infus dan memberikan obat uterotonika.
Cara melakukan KBE adalah sebagai berikut :
a.       Penolong berdiri menghadap sisi kanan pasien.
b.      Tekan ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis dan umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah dinding abdomen.
c.       Meletakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian belakang dan dorong uterus ke arah korpus depan.
d.      Menggeser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus sehingga telapak  tangan dapat menekan korpus uterus bagian depan.
e.       Melakukan kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang dan dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan tangan belakang dan depan).
f.       Perhatikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan pertolongan berikutnya. 
7.      Memberikan Ergometrin 0,2 mgIM atau Misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.
8.      Memasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan Oksitosin 20 unit dalam 500 ml Ringer Laktat, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.
9.      Memakai sarung tangan  DTT dan ulangi KBI.
Amati perkembangannya, apakan uterus berkontraksi. Jika :
YA, maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.
TIDAK, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.
10.  Segera merujuk pasien
11.  Mendampingi pasien ke tempat rujukan
12.  Melakukan infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di empat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus, kemudian lanjutkan dengan kecepatan 125 ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, beri 500 ml kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidarasi. 
3.      Manual Plasenta
A.    Pengertian
Plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari cavum uteri secara manual/menggunakan tangan. Plasenta manual dilakukan setelah dilaksanakan menajemen aktif kala III dimana setelah 30 menit terlalui dan telah diberikan oksitosin 10 unit untuk kedua kalinya plasenta tidak lahir,dengan catatan ada tanda-tanda perdarahan. Jadi Plasenta manual dilakukan pada saat terjadi Retensio plasenta. Bia tidak ada tanda-tanda perdarahan plasenta manual tidak boleh dilakukan karena kemungkinan plasenta menempel pada lapisan miometrium,maka segara lakukan rujukan.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
B.     Etiologi
            Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
- Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
- Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a) Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium    
c) Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium
d) Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
- Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi :
a)    perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
b)    Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
c)    Darah penderita terlalu banyak hilang
d)    Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
C.    Fatofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
·      Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
·      Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
·      Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
·      Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
·      Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
     Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
D.    Tanda dan Gejala
·         Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
·         Pada pemeriksaan pervagina, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
·         Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
·         Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
E.     Penatalaksanaan 
 
 
 
 
 

Persiapan sebelum tindakan :
 
Tempat : Ruangan yang tertutup, bersih, aman dan tenang.
Pasien :
·      Pasang infus
·      Obat sedatif dan analgesik misalnya : Ranitidin atau Deazepam (disuntikkan pada cairan infus).
·      Keteter nelaton steril dan penampung urin
·         Klem penjepit atau kocher
·         Kain alas bokong
·         Tensimeter dan stetoskop
Penolong :
·      Sarung tangan panjang DTT (untuk tangan dalam)
·      Sarung tangan DTT (untuk tangan luar)
·      Topi, masker, kacamata pelindung, celemek
Pencegahan infeksi sebelum tindakan :
·      Kenakan pelindung diri (barier protektif)
·      Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
·      Keringkan tangan dan pakai sarung tangan DTT
·      Bersihkan vulva dan perineum dengan air DTT atau sabun antiseptic
·      Pasang alas bokong yang bersih dan kering
Tindakan penetrasi kevakum uteri :
1.      Berikan obat Deazepam/Ranitidin yang sudah disiapkan dalam spuit kemudian masukkan melalui cairan infus yang sebelumnya sudah terpasang.
2.      Lakukan katerisasi kandung kemih: pastikan kateter masuk dengan benar dan cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
3.      Ganti sarung tangan dengan sarung tangan DTT panjang
4.      Jepit tali pusat dengan klem/kocher, kemudian tegangkan tali pusat sejajar lantai.
5.      Secara Obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. 
6.      Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
7.      Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta
8.      Buka tangan Obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
Melepaskan plasenta dari dinding uterus :
9.      Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah:
·         implantasi di korpus belakang, tangan dalam tetap pada sisi bawah tali pusat. Bila implantasi di korpus depan, pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat dengan punggung tangan menghadap keatas.
·         Implantasi di korpus belakang → lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali pusat).
·         Implantasi di korpus depan → lakukan penyisipan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian depan (menghadap sisi atas tali pusat).
10.  kemudian gerakkan tangan kedalam kekiri dan kanan sambil bergeser kekranial sehingga semua permukaa maternal plasenta dapat dilepaskan.
Pengeluaran Plasenta :
11.  Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
12.  Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta di keluarkan.
13.  Pegang  kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari percikkan darah).
14.  Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah di sediakan.
15.  Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorso kranial setelah plasenta lahir.
16.  Sementara masih menggunakan sarung tangan, kumpulkan semua barang, bahan atau instrumen bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan.
17.  Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua peralatan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya.
18.  Lepaskan sarung tangan dan segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
Perawatan pasca tindakan :
19.  Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
20.  Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang tersedia.
21.  Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
22.  Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
23.  Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuahan mandiri dan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi. Minta keluarga segera melapor pada penolong  jika terjadi gangguan kesehatan ibu atau timbul tanda-tanda bahaya tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar