KBI & KBE, MANUAL PLASENTA
Kompresi Bimanual
Ada beberapa macam pengertian dari kompresi
bimanual,antara lain sebagai berikut:
·
Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera
homorrage postpartum.dinamakan demikian karena secara literature melibatkatkan
kompresi uterus diantara dua tangan.(varney,2004)
·
Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk
berkontraksi dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
·
Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca
salin.(depkes RI,1997)
1.
Kompresi Bimanual Eksterna
(KBE)
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang
efektif untuk mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi
bimanual ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan
dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus
dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan.
Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksterna sambil penolong melakukan tahapan
selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri. Dalam melakukan kompresi
bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga kebersihan. sedapat
mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan
ini.
KBE menekan
uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah
telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila
perdarahan berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi. Bila belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
2.
Kompresi Bimanual Interna
(KBI)
Ada
kalanya setelah kelahiran plasenta terjadi perdarahan aktif dan uterus tidak
berkontraksi walaupun sudah dilakukan menajemen aktif kala III. Dalam kasus ini
uterus tidak berkontraksi dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala III dalam
waktu 15 detik setelah plasenta lahir. Tindakan atau penanganan yang dapat
dilakukan adalah melakukan tindakan kompresi bimanual interna,kompresi bimanual
eksterna atau kompresi aorta abdominalis. Sebelum melakukan tindakan ini harus
dipastikan bahwa penyebab perdarahan aadalah atonia uteri,dan pastikan tidak
ada sisa plasenta.
Proses
penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan dalam proses
persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan
perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah aplikasi
tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium ( yang
untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi miometrium
dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang pembuluh darah besar yang
berjalan diantaranya.
Kompresi
bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum
adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan
post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam
setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic
Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama
setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan
Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
·
Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama
setelah bayi lahir
·
Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24
jam pertama setelah bayi lahir
Tiga
hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
a. Menghentikan
perdarahan.
b. Mencegah
timbulnya syok.
c. Mengganti
darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh
persalinan.
Berdasarkan
penyebabnya :
a. Atoni
uteri (50-60%)
b. Retensio
plasenta (16-17%)
c. Sisa
plasenta (23-24%)
d. Laserasi
jalan lahir (4-5%)
e. Kelainan
darah (0,5-0,8%)
Penatalaksanaan
KBI dan KBE:
Persiapan
Tempat : Ruangan
tertutup ,aman, tenang dan nyaman
Alat
:
Lembar
informed consent ( persetujuan ).Alas bokong dan alas penutup perut
bawah.Larutan antiseptik.Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB).Oksitosin 20 IU (2
ampul).Ergometrin 0,20 mg/ml.Set infus (jarum ukuran 16 atau 18).Cairan infus
(ringer Laktat 3 botol).Misoprostol 600-1000mcg.Oksigen dan regulator 10,1
U/ml.Tensimeter dan stateskop.Lampu sorot.Sarung tangan DTT/steril (4
pasang).Tabung dan jarum suntik (5 ml dan nomor 23) 2 buahKateter nelaton.
Handuk bersih.Minuman manis untuk rehidrasi
Pasien :
Pasien
sudah mengerti dengan tindakan yang akan dilakukan. Ia mengerti bahwa tindakan
dilakukan karenauterusnya tidak berkontraksi dengan baik,Keluarga sudah
memahami peran sertanya untuk tindakan kompresi bimanual eksterna.
Penolong : Siap melakukan kompresi bimanual
interna,Kedua tangan sudah memakai sarung tangan DTT.
Tindakan :
1.
Mengosongkan kandung kemih pasien
2.
Melakukan pemeriksaan dengan benar
sehingga dapat dipastikan bahwa perdarahan ini disebabkan oleh atonia uteri.
3.
LAKUKAN DENGAN SEGERA KOMPRESI BIMANUAL
INTERNA (KBI)
a. Penolong
berdiri di depan vulva.
b. Membasahi
tangan kanan dengan larutan antiseptik.
c. Menyisihkan
kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk.
d. Memasukkan
tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina (bila perlu berikan
analgesik).
e. Mengubah
tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk
hingga kelingking pada forniks inferior dan dorong segmen bawah rahim ke
kranioanterior.
f. Meletakkan
telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk mencakup bagian belakang
korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.
g. Melakukan
kompresi uterus selama 5 menit dengan cara mendekatkan telapak tangan luar
dengan kepalan tangan dalam forniks anterior.
h. Mempertahankan
posisi demikian bila perdarahan berhenti, hingga kontraksi uterus benar-benar
membaik kemudian lanjutkan langkah berikutnya.
Amati apakah uterus
berkontraksi, jika :
·
YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit,
kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan lalu pantau kala IV dengan ketat.
·
TIDAK, maka lanjutkan langkah
berikutnya.
4.
Meminta keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksterna. Keluarkan perlahan-lahan tangan kanan dengan
mengubah kepalan menjadi tangan obstetrik.
5.
Memasukkan kedua tangan ke dalam wadah
yang sudah berisi larutan klorin 0,5% lalu bersihkan sarung tangan.
6. Mengajarkan
keluarga cara melakukan KBE (Kompresi Bimanual Eksterna), kemudian minta
keluarga melakukan KBE sementara bidan memsang infus dan memberikan obat
uterotonika.
Cara
melakukan KBE adalah sebagai berikut :
a. Penolong
berdiri menghadap sisi kanan pasien.
b. Tekan
ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis dan
umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah dinding
abdomen.
c. Meletakkan
sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian belakang dan dorong
uterus ke arah korpus depan.
d. Menggeser
perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus sehingga
telapak tangan dapat menekan korpus
uterus bagian depan.
e. Melakukan
kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang dan dinding depan
uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan tangan belakang dan
depan).
f. Perhatikan
perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus
dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan
pertolongan berikutnya.
7. Memberikan
Ergometrin 0,2 mgIM atau Misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Ergometrin tidak diberikan untuk
ibu hipertensi.
8.
Memasang infus menggunakan jarum ukuran
16 atau 18 dan berikan Oksitosin 20 unit dalam 500 ml Ringer Laktat, habiskan
500 cc pertama secepat mungkin.
9. Memakai
sarung tangan DTT dan ulangi KBI.
Amati
perkembangannya, apakan uterus berkontraksi. Jika :
YA,
maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.
TIDAK,
maka lanjutkan ke langkah berikutnya.
10.
Segera merujuk pasien
11.
Mendampingi pasien ke tempat rujukan
12.
Melakukan infus oksitosin 20 unit dalam
500 cc Ringer Laktat dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di empat rujukan atau
hingga menghabiskan 1,5 L infus, kemudian lanjutkan dengan kecepatan 125
ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, beri 500 ml kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidarasi.
3.
Manual Plasenta
A.
Pengertian
Plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat
implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari cavum uteri secara
manual/menggunakan tangan. Plasenta manual dilakukan setelah dilaksanakan
menajemen aktif kala III dimana setelah 30 menit terlalui dan telah diberikan
oksitosin 10 unit untuk kedua kalinya plasenta tidak lahir,dengan catatan ada
tanda-tanda perdarahan. Jadi Plasenta manual dilakukan pada saat terjadi
Retensio plasenta. Bia tidak ada tanda-tanda perdarahan plasenta manual tidak
boleh dilakukan karena kemungkinan plasenta menempel pada lapisan
miometrium,maka segara lakukan rujukan.
Manual plasenta
merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik
operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana
persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
B.
Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual
adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc
yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta
setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir dan tali pusat putus.
- Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi
uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang
berkaitan dengan :
- Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a) Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus
kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot
korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium
c) Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot
korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium
d) Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot
korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya
plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
- Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat
terjadi :
a)
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
b)
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
d)
Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan
tidak terjadi,Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
C.
Fatofisiologi
Manual
plasenta dapat segera dilakukan apabila :
·
Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
·
Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
·
Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
·
Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
·
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan
di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam).
Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim
ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan
persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan
diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
D.
Tanda dan Gejala
·
Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang
dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah
bayi dilahirkan.
·
Pada pemeriksaan pervagina, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
·
Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
·
Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
E.
Penatalaksanaan
Persiapan
sebelum tindakan :
Tempat
: Ruangan yang tertutup, bersih, aman dan tenang.
Pasien :
· Pasang infus
· Obat sedatif dan analgesik misalnya :
Ranitidin atau Deazepam (disuntikkan pada cairan infus).
· Keteter nelaton steril dan penampung urin
·
Klem
penjepit atau kocher
·
Kain
alas bokong
·
Tensimeter
dan stetoskop
|
Penolong
:
· Sarung tangan panjang DTT (untuk tangan
dalam)
· Sarung tangan DTT (untuk tangan luar)
· Topi, masker, kacamata pelindung, celemek
|
Pencegahan
infeksi sebelum tindakan :
· Kenakan pelindung diri (barier protektif)
· Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
· Keringkan tangan dan pakai sarung tangan DTT
· Bersihkan vulva dan perineum dengan air DTT
atau sabun antiseptic
· Pasang alas bokong yang bersih dan kering
|
Tindakan
penetrasi kevakum uteri :
1. Berikan obat Deazepam/Ranitidin yang sudah
disiapkan dalam spuit kemudian masukkan melalui cairan infus yang sebelumnya
sudah terpasang.
2. Lakukan katerisasi kandung kemih:
pastikan kateter masuk dengan benar dan cabut kateter setelah kandung kemih
dikosongkan.
3. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan DTT
panjang
4. Jepit tali pusat dengan klem/kocher, kemudian tegangkan
tali pusat sejajar lantai.
5.
Secara
Obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) ke dalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali pusat.
6.
Setelah
tangan mencapai pembukaan serviks, kemudian tangan lain penolong menahan fundus
uteri.
7.
Sambil
menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta
8.
Buka
tangan Obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal
jari telunjuk).
Melepaskan plasenta dari dinding
uterus :
9. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi
plasenta yang paling bawah:
·
implantasi
di korpus belakang, tangan dalam tetap pada sisi bawah tali pusat. Bila
implantasi di korpus depan, pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat
dengan punggung tangan menghadap keatas.
·
Implantasi
di korpus belakang → lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan
menyelipkan ujung
jari diantara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada dinding
dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali pusat).
·
Implantasi
di korpus depan → lakukan penyisipan ujung jari diantara plasenta dan dinding
uterus dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian depan (menghadap
sisi atas tali pusat).
10.
kemudian gerakkan tangan kedalam kekiri dan kanan sambil bergeser
kekranial sehingga semua permukaa maternal plasenta dapat dilepaskan.
Pengeluaran Plasenta :
11.
Sementara
satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
12.
Pindahkan
tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta di
keluarkan.
13.
Pegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan
dalam menarik plasenta keluar (hindari percikkan darah).
14.
Letakkan
plasenta ke dalam tempat yang telah di sediakan.
15. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan
tangan luar) ke dorso kranial setelah plasenta lahir.
16.
Sementara
masih menggunakan sarung tangan, kumpulkan semua barang, bahan atau instrumen
bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan.
17. Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua
peralatan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya.
18. Lepaskan sarung tangan dan segera cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan tangan dengan handuk
bersih dan kering.
Perawatan pasca tindakan :
19. Periksa kembali tanda vital pasien, segera
lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
20. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan
didalam kolom yang tersedia.
21. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal
penting untuk dipantau.
22. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa
tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
23. Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuahan
mandiri dan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi. Minta keluarga segera
melapor pada penolong jika terjadi
gangguan kesehatan ibu atau timbul tanda-tanda bahaya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar